Monday, January 27, 2020

Antara Fanatisme dan Kebenaran, Sebuah Reminder Diri Dan Para Pejuang

Sebagian orang yg mengaku berilmu tetapi ternyata realitanya justru memanfaatkan semangat orang baru belajar dengan mendoktrin murid-muridnya atas nama manhaj padahal itu hanyalah bentuk baru dari fanatisme/hizbiyah terselubung yang sedang dibangun untuk memprotect murid-muridnya agar tidak belajar dengan guru yg lain. Jadi hal ini kembali pada masalah hati, keikhlasan dan popularitas juga sebenarnya. Wallahul mustaan.

Semoga Allah Ta'ala mengiatiqomahkan kita diatas manhaj yang haq dan adil serta menjaga keikhlasan kita hingga akhir hayat.

Oleh itu, saudara fillah a'azzakumullah, kebenaran itu dari hakikatnya bukan dari orangnya dan ia adalah barangnya kaum muslimin yg hilang dmnpun ia mendapatkan nya disitu ia mengambilnya. Hikmah ini pernah dikutip oleh Al Allamah Syaikh Ibn Baz rahimahullah dalam risalah beliau tentang masalah sholat.

Siapa saja mungkin pernah bersalah dan terjatuh kedalam kesalahan. Namun jangan sampai membenci atau mencintai dengan tidak proporsional. Bahkan dengan lembaga tempat berkiprah mungkin banyak aspirasi sebagian kita yang tidak ter cover tetapi  percayalah jika memutuskan untuk berjuang bersama nya maka niatkan semuanya karena keridhaan Allah semata dan ingin menegakkan kalimat Allah bukan karena ini dan itu. Tetapi jka antum tidak merasa nyaman untuk disitu maka tidak ada paksaan bergabung bersama nya namun tetaplah bersama orang-orang shalih karena hati dan iman kita teramat lemah sementara fitnah syubhat dan syahwat apalagi akhir zaman ini sambar menyambar. Maka kita hanya mencari sebab bergaul berjuang dan berkumpul bersama orang-orang shalih semoga kelak kita diwafatkan dalam keadaan husnul khatimah.

Riyadh di pagi hari yang cukup dingin.


Wednesday, January 1, 2020

Perjalanan Mencari Allah Ta'ala, Sebuah Catatan di langit udara menuju Colombo

#kajian_tasawuf
#perjalanan_mencari_Allah

Tingkatan setelah Islam adalah Iman kemudian derajat tertinggi ialah Ihsan. Ihsan dalam terjemahannya biasa diartikan sebagai berbuat baik.
Allah Ta'ala berfirman 
وَأَحْسِن كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ
yang artinya
"Berbuat baiklah sebagaimana Allah Ta'ala berbuat baik kepada kamu."

Ihsan dalam hadits Jibril dimaknai bahwa seorang hamba menyembah Allah Subhanahu Wata'ala seolah-olah ia melihat Sang Penciptanya dan jikalau ia tidak melihat-Nya maka Sang Pencipta Maha Melihat nya.

Bagaimana seorang hamba seolah-olah melihat Sang Pencipta nya?
Seorang hamba dalam amalannya akan berbuat yang terbaik karena ia merasa beramal langsung di hadapan sang penciptanya, ia juga menghadirkan dalam perasaannya bahwa ia sedang menemui Allah Ta'ala yang Maha Agung. Karena sesungguhnya melihat Allah Ta'ala hanya kelak di hari kiamat bagi orang-orang yang beriman.
Atau sekalipun ia tidak melihat Rabbnya maka ia akan senantiasa menghadirkan sifat muraqabah (merasa diawasi) dalam segala gerak-geriknya. Karena ia meyakini bahwa Allah Ta'ala Maha Melihat semua apa yang dilakuinya sendirian ataupun bersama dengan orang lain.

Dimana Allah?

Sebagian golongan diantara manusia yang ingin mengenali Tuhannya tentulah akan selalu mencari keberadaan sang penciptanya. Dan itu suatu hal yang fithrah sesuai dengan akal sehat dan manifestasi dari Iman kepada Allah Ta'ala yaitu mengimani akan keberadaanNya. Hanyasaja rasa penasaran dan keingintahuan itu hendaknya di bangun diatas ilmu dan makrifat yang benar.

Apabila tidak didasarkan pada pengetahuan yang kokoh maka seorang hamba akan tersesat dari jalan yang benar.

Oleh karena itu, sumber keyakinan akan keberadaan sang pencipta itu telah diterangkan melalui dalil-dalil petunjuk dari Al Qur'an dan As Sunnah. Perkara ini terkait dengan keimanan terhadap hal yang ghaib. Sesuatu yang sifatnya ghaib dalam syariat ini hukum asalnya tidak diketahui sampai datangnya keterangan dari nash-nash yang menjelaskan duduk persoalannya.

Allah Subhanahu Wata'ala yang Maha Mengetahui akan diri Nya maka sebagai seorang makhluk ciptaanNya wajib bagi kita untuk tunduk dengan kabar dan maklumat yang datang dari Nya melalui ayat-ayat Nya baik yang sifatnya kauniah maupun yang Quraniyah demikian juga dengan hujjah dari hadits-hadits Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.

Disebutkan dalam hadits shahih riwayat Muslim (kitab hadits paling shahih setelah shahih Bukhari), suatu ketika Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bertanya kepada salah seorang hamba sahaya wanita (jariah); dimana Allah? Lalu jariah menjawab di atas langit. Kemudian Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memerintahkan untuk membebaskannya karena ia adalah wanita beriman.
Hadits ini ialah tafsiran dan penjelasan dari ayat-ayat dalam Al Qur'an yang begitu banyak menerangkan tentang keberadaan Allah diatas langit.
Dalam Al Qur'an surah Al Mulk Allah Ta'ala berfirman:
أَأَمِنتُم مَّن فِي السَّمَاءِ أَن يَخْسِفَ بِكُمُ الْأَرْضَ فَإِذَا هِيَ تَمُورُ [الملك : 16]
(16) Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang di langit bahwa Dia akan menjungkir balikkan bumi bersama kamu, sehingga dengan tiba-tiba bumi itu bergoncang?
أَمْ أَمِنتُم مَّن فِي السَّمَاءِ أَن يُرْسِلَ عَلَيْكُمْ حَاصِبًا ۖ فَسَتَعْلَمُونَ كَيْفَ نَذِيرِ [الملك : 17]
(17)   atau apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang di langit bahwa Dia akan mengirimkan badai yang berbatu. Maka kelak kamu akan mengetahui bagaimana (akibat mendustakan) peringatan-Ku?

Demikian juga dalam surah As Sajdah ayat 4-5.
اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَىٰ عَلَى الْعَرْشِ ۖ مَا لَكُم مِّن دُونِهِ مِن وَلِيٍّ وَلَا شَفِيعٍ ۚ أَفَلَا تَتَذَكَّرُونَ [السجدة : 4]
(4)   Allah lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy. Tidak ada bagi kamu selain dari pada-Nya seorang penolongpun dan tidak (pula) seorang pemberi syafa'at. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?
يُدَبِّرُ الْأَمْرَ مِنَ السَّمَاءِ إِلَى الْأَرْضِ ثُمَّ يَعْرُجُ إِلَيْهِ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ أَلْفَ سَنَةٍ مِّمَّا تَعُدُّونَ [السجدة : 5]
(5)   Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu.

Allah Subhanahu Wata'ala memiliki sifat Maha Tinggi


Penyebutan Al Qur'an selalu digunakan perkataan diturunkan dari langit dan Al Qur'an itu tentu saja ialah perkataan-perkataan Allah Ta'ala.
Dalam hadits mi'raj ketika Rasulullah shallallahu alaihi wasallam di perjalanankan ke atas langit ketujuh beliau bertemu dan menghadap Allah Ta'ala secara langsung menerima syariat shalat lima waktu.

Naluri fithrah manusia menerima hal tersebut (keberadaanNya diatas langit) karena manusia ketika berdo'a maka hatinya akan menunduk kepada yang diatas seraya menengadahkan tangan keatas langit. Ketika membuka kedua telapak tangan keatas langit maka kodrat manusia meminta kepada yang diatas bukan hanya sebagai kiblat doa sebagaimana yang disangkakan oleh sebagian orang. Walaupun ada yang menganalogikan dengan orang yang sholat dengan menghadap ka'bah bukan berarti Allah berada di ka'bah tetapi hanya sebagai kiblat maka bentuk analogi tersebut adalah keliru ditinjau dari segi dalil-dalil yang jelas menyebutkan bahwa Allah Ta'ala diatas langit. Dan terkhusus lagi dalil yang mengatakan bahwa Allah Ta'ala bersemayam (beristiwa) diatas arsy.

Seperti itulah Allah Ta'ala memberitahukan kepada kita akan keberadaanNya. Dan kita wajib mengimani apa yang datang dari Nya tanpa mempersoalkan dan memalingkan serta menghilangkan makna yang ada karena dianggap tidak sesuai dengan logika berpikir kita yang terbatas dan sangat sederhana.


Tentang bagaimana keberadaanNya, beristiwa Nya dll maka kita tidak perlu untuk mengetahui Nya karena terpulang pada kaidah tadi yaitu sesuatu yang sifatnya ghaib dalam syariat ini hukum asalnya tidak diketahui sampai datang keterangan dari nash-nash yang menjelaskan duduk persoalannya.

Allah Subhanahu Wata'ala berfirman;
الرَّحْمَٰنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَىٰ [طه : 5]
(5) (Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah. Yang bersemayam di atas 'Arsy.
Yakni para mufassirin mengatakan arsy ialah makhlukNya yang paling tinggi dan Allah bersemayam dengan sesuatu yang sesuai dan layak dengan keagungan, keluasan, kemuliaan dan ketinggianNya.


Apakah dengan menetapkan tempat Allah Ta'ala akan mengurangi kebesaranNya?
Maka jawabannya tentu saja tidak. Karena demikianlah hujjah yang datang dari Nya maka semestinya kita mengikutinya. Lagi pula Allah Ta'ala Yang menciptakan langit dan arsy maka Dia lah yang Maha Mengetahui akan perkara tersebut tidak ada tempat bagi keterbatasan otak manusia untuk membandingkan antara ke-mahabesaran-Nya dan kebesaran makhluk ciptaanNya. Bahkan Imam Malik rahimahullah mengatakan bahwa beristiwa nya Allah Ta'ala sudah difahami, menanyakan kaifiatnya adalah tidak diketahui maka mempersoalkannya adalah bid'ah dalam agama. Dalam bahasa Arab istiwa bermakna bersemayam. Wajib meyakininya tanpa merekayasa maknanya.

Bolehkah meyakini bahwa Allah Ta'ala Maha Ada (Wujud) namun tidak bertempat?
Keyakinan ini adalah sangat keliru fatal karena jika kita berkeyakinan seperti ini maka betapa banyak dalil-dalil dari Al Qur'an dan As Sunnah yang menerangkan bahwa Allah Ta'ala diatas langit akan kita ingkari. Lagi pula sesuatu yang ada wajib memiliki tempat dan hal ini didukung oleh firman Allah Ta'ala yang artinya Allah beristiwa diatas arsy.

Apakah Allah Ta'ala berada dimana-mana?
Kalau yang dimaksudkan ilmu Allah Ta'ala ada dimana-mana dengan mengetahui segala sesuatu yang tersembunyi dan yang terang-terangan maka benar adanya. Demikian juga keyakinan bahwa Allah bersama dengan hamba-hambaNya dalam pertolonganNya maka ini juga yang benar.
Akan tetapi keyakinan bahwa Allah Ta'ala dengan dzat Nya berada dimana-mana maka ini suatu keyakinan yang batil dan dapat bermuara pada kesyirikan. Dan Maha Suci Allah Ta'ala dari tempat-tempat yang kotor.

Jadi secara ringkasnya, Allah Ta'ala Maha Tinggi berada diatas langit namun dimana-mana dalam ilmu Nya yang tidak terbatas oleh jarak waktu dan tempat, dan Dia Allah Ta'ala senantiasa bersama dengan hamba-hambaNya dalam pertolonganNya.

Semoga Allah Ta'ala mewafatkan kita semuanya sebagai orang-orang yang bertauhid.



Colombo, Sri Lanka.